Pajak daerah telah memberikan penerimaan yang besar bagi Kota Surabaya. Salah satu jenis pajak daerah adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan menjadi pajak daerah yang paling tinggi penerimaannya pada tahun 2011-2015. Salah satu penyebabnya adalah semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang sehingga keperluan akan tersedianya tanah dan/atau bangunan juga meningkat. Sedangkan tanah dan/atau bangunan persediaannya sangat terbatas. Dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB di Surabaya juga terdapat beberapa masalah, salah satunya adalah masih banyaknya wajib pajak yang belum paham mengenai ketentuan-ketentuan BPHTB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pemungutan dan pelaporan BPHTB di Surabaya. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemungutan BPHTB di Surabaya dilakukan menggunakan sistem self assessment dimana wajib pajak memiliki kewenangan untuk menghitung dan membayar sendiri besarnya pajak terutang. Namun dalam praktiknya banyak wajib pajak yang masih merasa kesulitan dalam melakukan prosedur pemungutan BPHTB tersebut sehingga notaris/PPAT selaku pejabat yang telah diatur dalam Pasal 25 Ayat (1) Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dapat membantu wajib pajak dalam perhitungan maupun pembayaran pajak terutang yang nantinya juga berkaitan dengan akta perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dibuatnya. Oleh karena itu, notaris/PPAT memiliki kewajiban untuk membuat pelaporan atau pemberitahuan kepada kepala daerah atas penyetoran BPHTB yang diketahuinya dan/atau akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah dibuat setiap bulan. Laporan tersebut dilakukan secara online melalui situs resmi Pemerintah Kota Surabaya, kecuali untuk laporan BPHTB nihil harus disampaikan secara manual.